Nah.. seperti janji saya kemarin (kemarin dan kemarinnya, hihihihihi..)… saya akan menceritakan sosok yang saya temui juga di hari minggu ceria itu. Namanya Ghariza, saya biasa memanggil dia Gher. dia ini di bawah saya satu tahun. Jadi sewaktu saya kelas dua SMA, dia jadi adek kelas saya. Sebenarnya yang teman seangkatan saya justru mbakyunya Gher. Tapi dengan proses yang simpel dan tiba – tiba aja gitu, saya dan Gher malah jadi akrab banget. Bahkan lebih sering saya curhat sama dia, sama kakaknya aja gak pernah cerita – cerita gitu. hihihihihi…
dari dulu, dari jaman SMA, Gher ini memang sudah terlihat dewasa. baik dari tingkah laku maupun dari pola pikir. kenapa saya berani bilang begitu? karena saya dulu lumayan sering curhat sama dia, dan dia memberikan advice yang bikin saya bilang; ‘iya juga ya’
dan pssst… jangan kasih tahu dia yah, saya pernah beberapa kali menulis nama dia di buku harian saya sebagai salah satu teman yang membangkitkan semangat saya, hihihihihihihi.
Jadi, minggu itu saya memang merencanakan juga bertemu dengan Gher. kangen mendengarkan dan didengarkan si Ibu dokter itu. Maka, saya mengirim message ke dia, mengajak bertemu. ternyata dia ada acara hingga sore. ah saya pikir waktu yang pas adalah setelah saya bertemu dengan Ne, saya bisa bertemu dengan Gher. iya, tempatnya masih sama, di chocoklik juga (lama – lama minta dibayar nih sama chocoklik karena sering menyebutkan nama itu di sini).
dan mendekati Maghrib, Gher menepati janjinya untuk ‘nyamperin’ saya di chocoklik. dan karena obrolan saya dan Ne tak kunjung usai, jadilah saya mengenalkan Ne dengan Gher. dan memang Purwokerto itu kota kecil, ternyata eh ternyata… Gher dan Ne ini memiliki beberapa teman yang saling mengenal. Teman sekantor Gher ternyata sahabatnya Ne. Dan ohiya lupa, setelah dirunut – runut juga ada beberapa orang kenalan saya yang dikenal oleh Ne juga. see?? kebayangkan kecilnya kota Purwokerto itu? Tapi itu membuktikan juga soal teori six degrees yang entah dari kapan itu pengen saya tulis di sini.
Nah, gak berapa Ne pulang. dan saya melanjutkan chitchat dengan Gher. seperti yang biasa saya lakukan saat bersama Gher: saya hampir dipastikan selalu bercerita soal kehidupan percintaan saya dan juga hal – hal penting dalam hidup. Entah kenapa, itu seperti menjadi kebiasaan yang sangat menyenangkan saat bersama Gher. Saya bercerita soal captain, soal friendship life saya yang pernah kisut, dan masih banyak lagi. Seperti sebuah jawaban untuk pertanyaan singkat: how’s life?
Ah Gher itu saya rasa cocok banget kuliah di Psikologi. bawaannya mau curhat kalok ketemu dia (bawaan saya doang kali yak?!?!?)
hahahahha… namun disamping itu, Gher juga bercerita soal pekerjaan, calon suami, keluarga dan beberapa hal lainnya.
so, kenapa saya bilang berkualitas hari minggu kemaren? Karena saya bertemu dengan dua wanita hebat yang mampu membuat saya tersenyum di akhir hari. mereka, tanpa melakukan apa – apa, mereka… hanya dengan menjadi teman mengobrol di sore hari dan di temani secangkir cokelat, mampu membawa pikiran saya berkelana liar (Jadi, kamu bengong dan melamun is waktu ngobrol sama mereka?!?! gàk… gak gituuu!!!)
dan itu membuat saya menyadari bahwa manusia pada hakikatnya adalah juga makhluk sosial. manusia butuh untuk didengar, dan butuh untuk mendengar. kita harus melakukan kedua hal tersebut (mendengar dan didengar) itu secara seimbang agar bisa tersenyum di akhir hari. terkadang manusia hanya belum bisa mendengar dan di dengar dengan porsi yang pas. atau kita memang sudah mulai terbiasa untuk selalu minta didengar tanpa mau mendengar. Padahal telinga saja lebih banyak daripada mulut.
Anyway, akhir kata saya mengucapkan terimakasih kepada dua wanita yang menginspirasi tulisan ini, dan semoga ada waktu lain buat kita chitchat lagi yah. terimakasih Ne, terimakasih Gher.
