I’m sorry

Ceritanya, barusan saya curhat. Curhat sama seorang kawan. Cerita kalau saya begini, saya begitu, lalu dia ngasih tahu sepotong kalimat yang pernah saya tulis di blog ini.

Saya spechless. Spechless karena saya pernah menuliskan hal yang ternyata masih berkorelasi dengan saya yang sekarang (btw, itu tulisan saya sekitar 6 tahun lalu), dan spechless karena saya seperti ditampar sama diri sendiri melalui kawan saya itu. In good way.

Rasanya kayak diulang lagi aja ya itu yang namanya masalah. Padahal packaging masalahnya beda, mungkin sikap yang diambil bisa sama. Kayak soal matematika. Angka nya beda, rumusnya aja sama.

Well, itu juga lah yang membuat saya ingin menulis lagi malam ini. Menuliskan sedikit cerita dari apa yang saya alami hari ini. Sekedar mengingatkan diri saya sendiri dan catatan kecil untuk bidadari saya ketika dia besar nanti.

Semuanya memang berawal dari dia, si genduk ayu satu ini yang bikin saya terus belajar dari hari ke hari. Dulu aku skeptis ketika orang bilang kita belajar dari anak. Ternyata benar; ada hal hal istimewa yang akhirnya kita dapatkan dari memiliki anak.

Itulah kenapa memiliki anak akhirnya menjadi komitmen seumur hidup yang harus kita pertimbangkan dengan baik sebelum memutuskan untuk memiliki.

Oke. Si Baby sudah masuk usia 7 bulan. Itu berarti, dia sudah harus masuk usia untuk menikmati Makanan Pendamping Asi (btw, saya boleh bangga dikit gak sih kalau Baby A lulus ASIX 6 bulan. Yey!). Tadinya mau cerita perjuangan akhirnya lulus ASIX 6 bulan, tapi ternyata tantangan yang menantang udah di depan mata; Baby A mogok makan. Nduk ayu GTM. Alias gerakan tutup mulut

Kira kira begitu deh mukanya kalau ada sendok depan mulutnya dia. Lemes dong saya sebagai emak emak baru nan idealis yang mau apa apa nya terbaik. Karena saya cukup bahagia ketika di bulan pertama Baby A MPASI, dia lahap makan apa pun yang saya suguhkan. Saya cobain deh tuh resep resep MPASi.

Tiba saat masuk usia 7 bulan, bertepatan juga dengan kami yang sedang berlibur mudik pulang kampung, mulai deh Baby berulah ga mau makan. Tadinya saya keukeuh maunya dia makan sambil duduk. Eh uti nya liat dia gak mau makan, mulai digendong. Saya iya in aja. Biar cepet. Pikir saya, nanti akan saya ajarkan lagi makan di High Cair nya.

Digendong udah gak mempan, aliasnya Baby A udah bosen juga. Mulai deh diajak keluar rumah liat kucing, liat pohon, liat apa aja yang bisa diliat di depan rumah. Makin senewen dong saya. Apalagi begitu balik ke Jakarta dan didudukkan ke high cairnya dia benar benae GTM. Bahkan diajak bercanda pun dia hanya senyum tapi tutup mulut.

Saya yang tadinya kekeuh mau bikin MPASI homemade, akirnya menyerahkan bagian permakanan ke bubur bayi instan dan makanan instan lainnya. Yang penting dia mau makan.

I just like sorry to her because i’m not tryin my best.

Akhirnya, saya belajar untuk tidak memaksakan apa yang saya mau, apa yang saya kira terbaik.

Sama halnya ketika saya harus menjemput dia pulang dari kantor dan meletakkan dia di kursi depan sebelah sopir bukan di kursi bagian belakang. Hanya karena saya merasa takut dia terjungkal dan saya gak liat. Padahal, saya tahu dengan menaruh dia di depan resiko dia terluka lebih besar ketika mengalami kecelakaan.

Oh. Dan saya tahu apa yang mereka bilang tentang pilihan pilihan yang saya lakukan dengan MPASI instan dan car seatnya Baby A.

…tapi seperti yang Donna Ball katakan itu, …to do the right thing even when you’re not sure what the right thing is …and to forgive yourself, over an over again, for doing everything wrong.

Kadang, ada hal hal yang harus kamu tuliskan untuk kamu ingat lagi. Pesan moral pada malam ini adalah, just keep swimming … just keep swimming…

Hehehehehehe

Pesan moral sesungguhnya adalah, kadang kita perlu kok menggunakan headset untuk meredam nada nada minor yang orang lontarkan ke kita atas pilihan pilihan dalam hidup kita. Namun gak ada salahnya kita mendengarkan mereka juga, karena ketika mereka berkomentar untuk pilihan kita … artinya mereka peduli sama kita.

We can make it balance.

Iya gak sih?

Make it simple. Ngurus anak itu gak mudah. Apalagi ditambah ngurus anak di jaman apa-apa mudah untuk diakses dan dibuat perbandingan (hei. Baca deh postinganku dibawah postingan ini persis!), gak usah ditambah dengan beban pikiran yang gak penting. Dari jaman orangtua kita dulu memang banyak yang berubah pastinya, namun satu yang gak berubah adalah semua orangtua ingin yang terbaik untuk anaknya.

Well, sekian curhatan emak emak galau gara gara timbangan badannya naik tidak berbanding lurus dengan timbangan berat badan Baby nya.

Cheers!