Dan rasa ini harus kuceritakan. Ketika kau datang lagi. Lagi. Di saat hidupku sedang berjalan di relnya, sesuai dengan apa yang telah aku impikan sekian lama
Ketika hidupku sedang menakjubkan, ketika hidupku (pada akhirnya) berjalan sebagaimana mestinya.
Ketika semua baik baik saja, kamu datang. Iya, kamu. Yang pernah menjadi tokoh dalam setiap mimpi masa remajaku. Kamu, yang pernah menjadi alasan semua senyum bodohku. Kamu, yang pernah menjadi alasan semua detak jantung yang berdetak lebih cepat. Menyapaku.
Hello,
Katamu.
Hello, katamu. Dan cukup membuat duniaku jungkirbalik.
Andai kamu tahu, tiap detail tentangmu masih kuingat dengan baik. Hangat matamu saat tersenyumpun samar sama masih bisa kurasakan. Lalu seperti tumpahan hujan di bulan Desember, memori rasa tentangmu tumpah. Berjatuhan di sudut hati yang sudah lama tak tersentuh.
Ah kamu.
Tapi, setelah melakukan berjuta kesalahan di masa lalu … aku tak ingin melakukannya lagi. Aku tak ingin merusak kebahagian dan kehidupanku saat ini
Debaran jantung yang tak menetap ini rasanya tak sepadan kutukar dengan hidupku yang sedang baik baik saja. Senyuman bodoh ini rasanya tak sepadan ditukar dengan kenyamanan ini
Memang benar, kadang hidup bercerita tentang pencarian comfort zone yang menyenangkan. Beranjak dari satu comfort zone ke comfort zone lainnya. Tapi, ada tempat singgah yang membahagiakan.
Dan bagiku, keluargaku bukan sekedar tempat singgah yang membahagiakan. Hidupku saat ini adalah perwujudan seluruh doaku yang dikabulkan oleh Nya. Dan aku tidak butuh melakukan kesalahan lagi untuk membuktikannya.
God has perfect timing. Always.
And i know for good that i’m done with you

Ah curang.. Enak banget bisa nulis kayak gini.. Aku gak bisa.. #inicurhat #iyainicurhat #duniagakadil #akubenci #akuanaksehat
Ga bisa kenapa? Ah. Kamu. Esensinya menuliskan membebaskan rasa,
Emang salah menuliskan rasa? Gimana jiwanya mau sehat, kalau rasa saja tidak boleh dituliskam?
Lahyah makanya aku nanya kenapa kamu gak bisa nulis kayak gini. Kan kamu komennya gitu. Gimana sih dikung … ngomong ama kamu mah susah. Kayak ngomong sama taplak meja sulam!!
Hahahhahahaha ya ampun, aku baru ngeh.. Iyah bner, esensi menulis adalah membebaskan rasa.. Kalimatmu rancu lho, Kak.. Bukan akunya yang kayak taplak meja… Tapi rasanya yang sudah terlalu banyak menumpuk, kadang menjadi tidak indah ketika dituliskan.. Hanya akan terasa gelap dan getir…