Jika saya memiliki pilihan seluas samudera, maka Jakarta bukanlah kota yang akan menjadi pilihan pertama saya untuk menetap. Namun, ternyata dan mungkin sama seperti jutaan penduduk Jakarta yang harus menerima kenyataan ini: rejekinya masih di Jakarta.
Kenapa saya membenci Jakarta? Ah itu tuduhan. saya tidak membenci Jakarta. Saya hanya tidak menyukai auranya (soalnya bukan aura kasih ) hahahahaha… apeu banget dah si ais.
berita terbaru dari saya adalah: Saya mendapatkan pekerjaan (horeeeeeh!!! *lompat katak*) not yet officially. karena status saya masih calon pegawai sampai bulan maret tahun depan (yang tinggal beberapa bulan lagi) dan sampai pertengahan Januari besok saya masih mengikuti kelas-kelas pelatihan, tapi tetap saja: saya mendapatkan pekerjaan. pekerjaan yang sudah saya tunggu setengah tahun terakhir. pekerjaan yang memiliki doa dan harapan banyak orang. pekerjaan yang saya harap bisa menjadi pintu rejeki saya.
apa dan bagaimana jenisnya, mungkin next time yah saya ceritanya. mohon doanya saja, semoga ini barokah (Amiin….)
terus kenapa judulnya Jakarta is postingannya? Entah. saya lagi pengen aja nulis soal Jakarta, yang beberapa hari belakangan ini lagi dirundung hujan. ya gak sih di daerah rumah saya di utara Jakarta sih begitu. entah di daerah kawan-kawan laennya yah.
Saya sering banget ngomel kalok suruh balik ke Jakarta. padahal aselinya ktp saya yah ktp Jakarta. KK-nya juga KK Jakarta. Akte kelahiran saya juga dikeluarin di Jakarta. saya menghabiskan waktu lumayan lama di Jakarta, dari lahir sampek umur 15 tahun. Tapi saya punya sejuta alasan (*berlebihan) buat milih meninggalkan Jakarta.
ya macet. ya orang-orangnya (nampak) heartless. ya kota yang tidak bersahabat. ya orang-orangnya gak nyante. ya kota yang selalu sibuk. ya intinya mungkin karena Jakarta bukan Jogja?
entah. bisa jadi.
namun, benar kata orang-orang bijak itu: Jangalah kau membenci segala sesuatu dengan berlebihan. termasuk buat saya. ternyata sekeras apapun rasa benci saya, saya tetap harus kembali ke kota ini.
begitulah hidup, ada banyak hal yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapan, tetapi… waktu kita terlalu berharga jika digunakan hanya untuk merutuki keadaankan?
kenapa tidak diterima saja? kompromi. berdamai dengan keadaan. dicari asyiknya. pakai saja tenaganya untuk hal positif lainnya. bukan begitu?
🙂
***